Rabu, 04 April 2012

Regret part 1 [Sword Couple]



Title: Regret
Author: MissAnchovy
Cast: Park Jiyeon, Im Jae Bum (JB)
Co-Cast: Find it by yourself ^^
Genre: Romance
Rate: T
WARNING: Bahasa gaje, typo bertebaran, alur kesana kemari, dapat menyebabkan kanker, gangguan kehamilan dan janin #PLAK
A/N: Buat yang baca, RCL yaa! DON’T BE SILENT READERS!
DON’T LIKE, DON’T READ! ^^
.
.
.
CHAPTER 1
The End?
JIYEON POV
Aku duduk termenung di bingkai jendela kamarku sambil merasakan angin malam yang menyapu helai-helai rambutku. Aku menghela nafas untuk kesekian kalinya, mencoba untuk menenangkan  diriku. Perkataan sahabatku, Hyomin, tadi sore terus berputar diotakku dan hal itu membuatku semakin gila dan ingin berteriak sekencang-kencangnya.                                                           
“Haruskah ini berakhir?” Gumamku untuk kesekian kalinya, membayangkan apa yang akan terjadi nantinya. Air mataku jatuh. Aku sudah tidak kuat lagi.

Roly Poly Roly Roly Poly
nan mireo naedo nan
dashi negero daga ga seo

Tiba-tiba handphoneku bordering.  Dengan cepat aku menghapus air mataku dan berjalan menuju kasurku dimana benda kecil itu kuletakkan. Aku menatap layar handphoneku untuk beberapa saat. Aku menarik nafas sebelum mengangkat telepon itu.
“Yeoboseyo..” Kataku pelan.
“Yeoboseyo. Jiyeon-ah~” Balas orang diseberang sana. Mendengar suaranya membuatku ingin menangis lagi.
“Ne. Ada apa, oppa?” Tanyaku tetap dengan suara ya ng pelan.
“Aniya. Aku hanya merindukanmu. Tapi, kenapa suaramu begitu lemah? Apa kau sakit?”
“Gwaenchanayo, aku hanya lelah.”
“Ah, mianhae aku sudah mengganggumu. Kalau begitu istirahatlah, aku tak mau kau sakit.” Katanya penuh perhatian. Berhenti memberiku perhatianmu kalau kita akan berpisah, oppa.
“Ne. Annyeong, oppa..” Aku langsung memutus sambungan teleponku dengannya.
Sekali lagi aku menghela nafas lalu menghempaskan tubuhku ke atas kasur. Aku menatap langit-langit kamarku lalu memejamkan mataku. Perkataan  Hyomin mulai menggentayangiku lagi.


FLASHBACK


“Jiyeon-ah!!!” Panggil seseorang yang kutahu adalah Hyomin. Aku yang tadinya sedang menyalin materi yang ada dipapan tulis segera mendongak dan tersenyum pada sahabatku sejak SMP itu.
“Ada apa?” Tanyaku sambil menutup buku  tulisku.
“Aku.. ingin membicarakan sesuatu.” Katanya lalu duduk dihadapanku.
“Tentang?”
“Jaebum sunbae.”
“Ah, ada apa dengannya?” Tanyaku penasaran. Oh ya, Jaebum oppa adalah pacarku sekaligus sunbaeku di Uijeongbu High School.
“Kau tahu kalau dia sudah debut sebagai penyanyi kan?” Tanya Hyomin.
“Ne. Lalu?”
“Karena sekarang dia sudah menjadi penyanyi, ia pasti punya manajer kan. Dan manajer Jaebum sunbae adalah oppaku.” Kata Hyomin bertele-tele membuatku bingung saja. Wajahnya tampak sedikit pucat dan berkeringat dingin. Ada apa sebenarnya?
“Ya! Jangan bertele-tele begitu. Langsung saja. Kau membuatku penasaran.” Kataku tak sabaran.
“Kemarin malam Jaebum sunbae ke rumahku untuk bertemu oppaku. Mereka berbincang dan aku sempat mendengar sesuatu. Ini berhubungan tentang kau dan Jaebum sunbae..” Hyomin menggantung kata-katanya untuk melihat reaksiku. Aku  hanya mengerutkan dahiku dan meminta dia untuk melanjutkannya.
“Yang mereka bicarakan adalah hubunganmu dengan Jaebum sunbae. Katanya, JYP Entertainment tidak mengizinkan Jaebum sunbae berpacaran karena dia baru saja debut dan mendapat respon positif dari netizen dan k-popers.” Hyomin terlihat sangat berhati-hati dengan kata-katanya.
“Kenapa seperti itu?” Tanyaku pada Hyomin. Perasaanku tiba-tiba menjadi tidak enak.
“Karena JYP ingin melindungi Jaebum sunbae dari berbagai rumor. Mereka takut Jaebum sunbae tidak akan sukses jika banyak rumor mengenai dirinya. Dan JYP juga menuntut Jaebum sunbae agar lebih fokus ke karirnya jika ia ingin lebih sukses.” Jelas Hyomin.
Ya, kata-kata Hyomin tadi cukup membuatku kaget. Jadi, hubungan kami sudah diujung tanduk? Haaaah... Tidakkah kalian tahu seberapa besar cintaku pada namja itu?
“Jadi, hubungan kami…” Aku menggantungkan kata-kataku dan membayangkan apa yang akan terjadi.
“Cepat atau lambat, hubungan kalian akan berakhir. Semuanya tergantung pada Jaebum sunbae.” Hyomin melanjutkan kata-kataku. Dia terus menatapku, ingin melihat bagaimana reaksiku atas ini.
Aku hanya tersenyum getir. Hal ini sudah aku pikirkan sejak dulu. Tapi, kenapa harus seperti ini? Kenapa harus putus? Apakah tidak ada jalan lain, seperti  menyembunyikan hubungan kami?
“Jiyeon-ah…” Panggil Hyomin karena aku sama sekali tak memberikan respon.
“Jadi bagaimana menurutmu?”
“Aku bisa apa? Semua ada ditangannya. Kalau dia ingin mengakhiri hubungan ini, apa yang bisa kulakukan? Menangis?” Kataku sambil menatap lesu sahabat didepanku ini. Memang hanya itu yang dapat aku lakukan.

FLASHBACK END

Setiap mengingat perkataan sahabatku itu, aku seperti ingin menghancurkan agensi itu. Tapi aku sadar, mana mungkin aku bisa? Aku juga sering mungutuk agensi itu. Ya, tapi sekali lagi aku harus ingat, meskipun aku mencoba sekuat tenaga aku tak akan bisa menjatuhkan agensi hebat itu.
“Semua terserah padamu, oppa.. Aku hanya berharap, jika saat itu tiba, aku sudah siap kehilanganmu.”
Perlahan aku menutup mataku, menutup hari yang sangat berat ini. Semoga, esok lebih baik.

JIYEON POV END

******

Seorang yeoja berambut kecoklatan dan berkaki jenjang itu berjalan dengan sangat tidak bersemangat melewati koridor sekolahnya sambil terus mengunyah permen karet yang ada dalam mulutnya. Sepanjang perjalanannya menuju kelas, banyak mata yang tertuju padanya dan ada pula beberapa yang berbisik-bisik membuat yeoja berambut kecoklatan itu menghentikan langkahnya. Dia menatap orang-orang itu dengan tatapan bingung dan sedikit dingin.

“Ada apa? Kenapa kalian menatapku seperti itu?” Tanyanya sedikit datar.
Orang-orang itu tersentak dan langsung membubarkan diri.  Yeoja itu mendengus kesal lalu kembali berjalan menuju kelas. Baru tiga kali ia melangkah, seseorang langsung mengaitnya dengan satu kaki hingga ia terjatuh.
“Aww…” Rintihnya kesakitan karena ia mencoba menopang tubuhnya dengan lutut dan kedua tangannya agar tubuhnya tidak menyentuh lantainya. Dengan cepat ia berdiri dan menatap satu per satu orang yang menjahilinya itu.
“Hh, Kalian lagi. Mau apa kau, Kim Hyuna?” Tanya Jiyeon seraya membersihkan roknya dan berjalan mendekati tiga yeoja yang ada dihadapannya.
“Mau apa? Tentu saja kami ingin memberimu pelajaran!” Jawab yeoja bernama Kim Hyuna itu sambil menatap Jiyeon dengan sinisnya.
“Hahaha… Pelajaran apa? Matematika? Fisika? Atau biologi?” Tantang Jiyeon tak mau kalah lalu melipat tangannya di depan dada.
“Tentu saja memberimu pelajaran agar kau menjauhi Jaebum oppa!” Celetuk Gina dan langsung mendapat deathglare dari Jiyeon.
“Hn, terserah kalian saja. Aku malas berurusan dengan kalian kalau hanya masalah Jaebum oppa. Lagipula sebentar lagi aku dan dia akan putus. Kalian senang, kan?” Suara Jiyeon memelan dan otot-otot wajahnya yang tadi menegang sekarang mulai meregang.

Mendengar itu, tiga yeoja dihadapannya hanya saling menatap tak mengerti. Biasanya Jiyeon akan sangat marah jika hubungannya dengan Jaebum diusik. Tapi sekarang, kenapa ia begitu tak peduli? Akan putus? Apa benar mereka akan putus? Ketiga yeoja itu terus bertanya-tanya dalam hati.

“Apa maksudmu akan putus?” Tanya salah seorang dari tiga yeoja itu, Victoria, dengan wajah penasaran.
“Sudahlah, bukan urusan kalian. Yang penting aku dan dia akan berpisah, kan?” Jiyeon berbalik dan kembali berjalan dengan anggunnya meninggalkan Hyuna, Gina, dan Victoria.
.
.
Seorang namja dengan rambut kuning menyala berjalan dengan senyum menghiasi wajahnya. Dua tangkai tulip kuning ada digenggamannya. Banyak siswi  Uijeongbu High School yang terpaku melihatnya dan berharap namja yang sangat diidolakan itu berjalan mendekatinya dan memberikan dua tangkai tulip itu padanya. Tapi mereka tahu itu tak mungkin karena namja itu sekarang sudah punya kekasih dan ia sangat mencintainya.
Namja itu berbelok disebuah kelas, 11-B, tepat sekali perkiraan para siswi itu! Mereka langsung memasang wajah sedih, iri, kesal, tapi ada juga yang senang karena mereka memang mendukung pasangan itu.

“Jiyeon-ah~” Panggil namja yang tak lain adalah Jaebum itu dengan eyed-smilenya.

Jiyeon yang tadinya sedang mencoret-coret bagian belakang bukunya langsung mendongak dan menatap sosok yang berdiri di ambang pintu itu dengan senyum manisnya. Jiyeon tersentak kaget. Ia bingung harus apa. Hatinya sangat senang melihatnya, tapi otaknya memerintahkannya untuk tidak tersenyum. Kali ini otak dan hatinya tak saling mendukung.

Jaebum berjalan mendekatinya sambil menyembunyikan sesuatu dibelakangnya. Senyum manisnya itu tak pernah lepas dari wajah tampannya membuat semua siswi yang ada dikelas itu menjerit histeris.
“Ada apa, oppa?” Tanya Jiyeon datar, tanpa ekspresi.
“Hm, aku punya sesuatu untukmu!” Jawab Jaebum dengan sedikit malu-malu. Jiyeon menatapnya bingung dan penasaran. Apalagi kali ini?
“Tarraaaa!!!!” Seru Jaebum sambil mengeluarkan dua tangkai tulip berwarna kuning dari belakangnya. Jiyeon tersenyum tipis. Tulip, bunga kesayangannya.
“Gomawo.” Ucap Jiyeon lalu mengambil bunga tulip itu dan menghirup aromanya.
“Cheonma, chagi-ah. Tapi, kenapa kau begitu tak bersemangat hari ini?” Jaebum sedikit membungkukkan badannya  agar wajahnya sejajar dengan Jiyeon.
“Kau sakit?” Tanya Jaebum lagi sambil meletakkan tangannya dikening Jiyeon.
“Aniya.” Jawab Jiyeon singkat sambil menatap wajah yang hanya berjarak 25 centi dari wajahnya itu. Jaebum tersenyum lagi. Wajah Jiyeon memanas, memerah, ia tak pernah melihat senyum Jaebum dengan jarak sedekat ini.
“Baiklah kalau begitu, jaga kesehatanmu! Aku kembali ke kelasku ya.” Jaebum mengacak-acak rambut yeoja yang disayanginya itu. Lagi-lagi Jiyeon hanya tersenyum tipis.
“Ne. Annyeong, oppa.”
.
.
Kriiiingggg….
Bel tanda istirahat pun berbunyi. Para siswa dan siswi berlari menuju surganya sekolah, apa lagi kalau bukan kantin? Kelas mulai riuh karena para siswa berebutan keluar dari kelas, terkecuali seorang yeoja yang hanya duduk diam ditempatnya dan memandang dua tangkai bunga tulip yang ada digenggamannya. Sesekali ia membelai bunga itu dan menghirup aromanya.
“Ya! Jangan melamun!” Seseorang membuat Jiyeon terlonjak kaget.
“Ck. Hyomin-ah, kau ini ingin membuatku kena serangan jantung mendadak?” Tanya Jiyeon kesal. Hyomin terkekeh pelan.
“Mm, Jiyeon-ah, kulihat hari ini kau sangat tak bersemangat. Ada apa? Apa kau seperti ini karena memikirkan hubunganmu dengan Jaebum sunbae?” Tanya Hyomin hati-hati, takut Jiyeon akan marah karena ia menanyakan hal itu.
Jiyeon menghela nafas panjang sebelum menjawab, “Ne. Aku bingung harus apa. Sepertinya aku harus menjauhinya agar jika hari itu tiba, aku sudah siap.” Jiyeon tersenyum pilu.
“Mwoya? Menjauhinya? Ada apa denganmu? Kau tak memikirkan bagaimana perasaannya jika kau menjauhinya seperti itu? Dia kan sangat mencintaimu.” Suara Hyomin naik satu oktaf.
“Dia sangat mencintaiku? Jika dia benar mencintaiku, ia tidak akan memutuskanku. Aku takut dia akan memutuskanku, Hyomin-ah. Kalau aku tak coba untuk melupakannya dari sekarang, aku akan sangat tersiksa nantinya.”
“Arraseo.. Aku tahu bagaimana perasaanmu. Tapi, kau tahu kan kalau Jaebum sunbae itu sangat ingin menjadi penyanyi?” Mendengar itu, Jiyeon sedikit melunak. Cita-cita Jaebum sejak SMP memang ingin menjadi penyanyi.
“Hm.. Aku bisa mengerti itu-“ Kata Jiyeon yang langsung dipotong Hyomin.
“Kalau memang kau mengerti akan hal itu, kau tak harus menjauhinya seperti ini, bukan? Kalau memang dia memutuskanmu, maka nikmatilah hari-hari kalian berdua. Dan jika nantinya dia memutuskanmu, aku yakin dia juga sangat berat mengatakan hal itu. Hatinya pasti sama sakitnya dengan hatimu.” Hyomin tersenyum lembut pada Jiyeon lalu beranjak dari tempat itu.

Sekali lagi Jiyeon merenungi kata-kata sahabatnya itu. Hyomin memang sahabat yang baik. Dia selalu memberi jalan keluar yang baik baginya. Jalan keluar yang tak pernah merugikannya sama sekali. Jiyeon pun bertekad untuk mengikuti saran sahabatnya itu. Dia memang harus menikmati hari-hari ‘terakhir’ bersama Jaebum.

Setelah berpikir lama, Jiyeon berdiri dari tempatnya dan menyimpan bunga tulipnya di dalam tas. Dengan langkah pasti, ia pergi menuju kelas Jaebum yang jaraknya lumayan jauh dari kelasnya.
.
.
“Jaebum oppa~” Panggil Jiyeon saat melihat Jaebum sedang duduk di bingkai jendelanya sendirian. Jaebum tak bergeming.

Jiyeon tahu kalau Jaebum pasti sedang memikirkan sesuatu. Dia dan Jaebum punya kebiasaan yang sama, duduk di bingkai jendela jika ada masalah. Melihat kelas Jaebum yang sedikit sepi, Jiyeon memberanikan dirinya masuk ke kelas itu dan menghampiri Jaebum.

“Oppa!” Panggil Jiyeon sambil memukul bahu Jaebum pelan. Jaebum langsung sadar dan menatap Jiyeon yang sekarang sudah berdiri disampingnya.
“Ah, ada apa?” Tanya Jaebum dengan senyum dipaksakan.
“Oppa, kau tak makan? Ayo kita ke kantin!” Ajak Jiyeon sambil menunjukkan deretan gigi rapihnya itu.
“Ah, aku tak lapar. Kau pergi dengan Hyomin saja ya. Mianhae.” Tolak Jaebum halus. Jiyeon memajukan bibirnya beberapa centi pertanda tak suka dengan penolakan itu.
“Aku tak mau makan kalau tidak bersamamu!” Kata Jiyeon merajuk. Jaebum terkekeh geli dan langsung mengacak-acak rambut Jiyeon pelan.
“Cih. Jangan sentuh aku!” Jiyeon menepis tangan Jaebum dari kepalanya lalu berjalan keluar kelas.
“Ya… Jiyeon-ah! Jangan seperti itu!” Bujuk Jaebum yang masih duduk di bingkai jendela. Jiyeon tak mendengarkan. Jaebum pun berdiri dan mengejar yeoja-nya itu.
“Jiyeon-ah, kau ini seperti anak kecil saja.” Jaebum merangkul Jiyeon dan mencubit pipinya. Jiyeon langsung berhenti berjalan dan memberikan deathglarenya itu.
“Kau… anak kecil yang menakutkan! Hahaha…” Ledek Jaebum. Jiyeon tak menanggapi.
“Arraseo.. Ayo kita ke kantin!” Bujuk Jaebum. Jiyeon tetap diam.
“Ck, baiklah! Kau bisa makan sepuasmu, nanti aku yang bayar.” Mendengar itu, mata Jiyeon langsung berbinar dan memeluk gemas pacarnya itu. Tentu saja hal itu menarik perhatian teman-teman Jaebum yang baru saja akan masuk kelas.
“Gomawo, oppa!”
“Ya! Kalian jangan berbuat mesum dikelas!” Tegur seorang namja dengan wajah menyebalkan. Jiyeon langsung melepas pelukannya dan wajahnya memerah.
“Hehehe.. Mianhae, Jinwoon sunbae.”
Jinwoon tak membalas dan berjalan dengan cool-nya menuju bangkunya yang ada disudut kelas. Tak lupa ia menyenggol bahu Jaebum saat mereka berpapasan. Jaebum hanya menatapnya sinis dan menyeringai.
“Kajja, Jiyeon-ah!” Jaebum langsung menarik Jiyeon keluar kelas sambil menggenggam lembut tangan yeoja itu.

Jinwoon mendengus melihat tingkah laku Jaebum yang selalu seperti itu dihadapannya. Selalu bertingkah lembut dan romantis pada Jiyeon. Apa maksudnya? Membuat Jinwoon cemburu?
“Ya! Jinwoon! Kau kenapa?” Tanya teman Jinwoon.
“Ah, bukan urusanmu!” Jinwoon kembali melangkah dan duduk dibangkunya. Tak lupa ia meletakkan kedua kaki panjangnya diatas meja dan memasang headphone yang sedari tadi menggantung indah dilehernya.

*****

Seminggu berlalu… Jiyeon makin lama makin mencintai Jaebum, namjachingu-nya. Ia semakin tidak rela melepaskannya. Jiyeon juga bingung, karena akhir-akhir ini Jaebum sering memberinya surprise seperti bunga di pagi hari, candle light dinner, dan masih banyak lagi. Dia sangat senang sebenarnya, tapi perasaannya sangat tidak enak jika mengingatnya. Mengingat hubungan mereka yang sudah diujung tanduk. Mungkinkah Jaebum melakukan ini karena ia ingin membuat Jiyeon senang sebelum mereka berpisah? Semoga tidak.

Roly Poly Roly Roly Poly
nan mireo naedo nan
dashi negero daga ga seo

Lamunan Jiyeon buyar mendengar nada dering handphonenya itu. Dengan malas ia mengambil handphonenya yang ada disaku celananya.
“Yeoboseyo?”
“Chagi-ah… Kau dimana?” Tanya orang diseberang sana yang Jiyeon yakini adalah Jaebum.
“Rumah. Ada apa, oppa?”
“Mm, bisakah kau menemuiku di Namsan Tower?”
“Kapan? Jam berapa?”
“Malam ini. Tepat jam 7. Aku tunggu.”

PIP! Telepon pun putus. Jiyeon menghela nafas. Perasaannya kembali tak enak. Apakah ini surprise lagi? Jiyeon tak tahu.

Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju lantai bawah. Ke ruang makan. Disana sudah ada seorang namja berkulit putih dan berwajah tampan sedang sibuk mengatur makanan diatas meja .
“Oppa.” Tegur Jiyeon lalu duduk dimeja makan.
“Hm?” Oppa-nya itu tidak menoleh dan tetap meneruskan pekerjaannya.
“Mana appa dan eomma?” Tanya Jiyeon sambil mencicipi masakan oppanya yang tersayang itu.
“Biasa, kerja. Mereka lembur.” Jawab oppanya yang bernama Donghae itu lalu melepas celemek yang tadinya menempel di badan atletisnya itu dan ikut duduk dimeja makan. Berhadapan dengan Jiyeon.

Jiyeon mendengus kesal mendengar jawaban oppanya itu. Orangtua mereka memang sangat sibuk sampai melupakan tanggung jawab mereka sebagai orangtua. Tapi Jiyeon dan Donghae tidak begitu mempermasalahkan hal itu. Toh orangtua mereka mencari uang untuk mereka.

“Sudahlah, tak usah kau pikirkan. Makan saja.” Kata Donghae karena ia yakin kalau Jiyeon sedang memikirkan orangtuanya.
“Ne.” Jiyeon mengambil piring berisikan nasi goreng yang sudah disiapkan Donghae untuknya.
.
.
Pukul 6, Jiyeon sudah siap dengan blouse merahnya, jeans hitam, dan boots panjang selutut berwarna senada dengan jeansnya. Tak lupa ia memakai mantel bulunya karena ia sangat tahu bagaimana udara malam di kota Seoul. Rambut cokelat indahnya dibiarkan terurai indah. Hanya bando berwarna merah yang menghiasinya.
Merasa penampilannya sudah sempurna, Jiyeon mengambil tas selempangnya lalu berjalan keluar kamar. Saat dilantai bawah, ia melihat Donghae sedang duduk sambil menonton TV.
“Mau kemana?” Tanya Donghae menyadari yeodongsaengnya yang berjalan dengan pakaian rapih begitu.
“Seperti biasa.” Jawab Jiyeon dengan cengirannya. Donghae terkekeh.
“Pergilah. Jangan pulang lewat dari jam 9.” Pesan Donghae. Jiyeon hanya mengangguk lalu pergi menuju Namsan Tower dengan mobil pribadinya.
.
.
Honda Civic berwarna Silver terpakir dengan manis di depan Namsan Tower. Seorang yeoja keluar dari mobil itu. Ia berjalan sambil menutup mantelnya karena mala mini lebih dingin dari sebelumnya. Matanya terus mencari sosok namjachingunya.

“Park Jiyeon..” Panggil seseorang dari belakang. Jiyeon menoleh dan tersenyum manis.
“Kau, terlambat semenit.” Kata orang itu saat Jiyeon sudah berdiri didepannya. Jiyeon tertawa garing.
Jaebum tersenyum tipis melihat tawa garing Jiyeon. Perlahan, ia menarik tangan Jiyeon untuk berjalan menjelajahi taman yang ada disekitar Namsan Tower. Mereka terus berjalan tanpa suara. Tak ada yang berani memulai percakapan. Jaebum bingung akan memulai dari mana. Sampai akhirnya,
“Oppa..”
“Jiyeon..”
Kata mereka hampir bersamaan.
“Kau saja yang duluan.” Kata Jaebum mengalah.
“Baiklah. Kenapa kau mengajakku kesini?” Tanya Jiyeon penasaran. Jaebum tersentak mendengarnya. Dia bungkam.
“Oppa, kenapa kau diam?” Tanya Jiyeon. Sekarang Jaebum makin aneh, ia menghentikan langkahnya tiba-tiba membuat Jiyeon ikut berhenti.

Jaebum mendongak menatap manik milik Jiyeon yang kini menatapnya penasaran. Ia menghela nafas. Wajahnya serasa panas, mulutnya terlalu sulit untuk mengeluarkan kata-kata. Tenggorokannya serasa kering. Tapi ia harus mengatakan ini. Dengan keberanian yang tersisa tentunya.

“Jiyeon-ah…” Akhirnya setelah diam cukup lama, Jaebum kembali bersuara.
“Hm?” Jiyeon menunggu kata-kata selanjutnya keluar dari mulut Jaebum.
“Mari kita akhiri.” Terdengar sayup, tapi Jiyeon masih bisa mendengarnya.
Mulut Jiyeon bergetar. Matanya mulai berair tapi sekuat tenaga ia membendungnya. Jantungnya memacu tiga kali lipat lebih cepat dari biasanya.
“A- Apa maksudmu, oppa? Apa yang akan kita akhiri?” Tanya Jiyeon . Jaebum dapat merasakan kekecewan yang sangat mendalam ketika melihat mata Jiyeon.
“Hubungan kita.. Mianhae.” Jaebum menatap mata Jiyeon semakin dalam. Mata itu sekarang mulai mengeluarkan air. Sumpah, Jaebum sangat tak kuat melihatnya. Ia tak bisa melihat Jiyeon menangis.
“Kau.. Apa maksudmu? KAU BERCANDA KAN? KATAKAN PADAKU KALAU KAU HANYA BERCANDA, IM JAE BUM!!! MALHAEBWA!!!” Teriak Jiyeon sejadi-jadinya. Air matanya terus mengalir dan menganak sungai.
“Jiyeon-ah…” Kata Jaebum lembut dan memegang bahu Jiyeon. Tapi tangan yeoja itu langsung menepisnya.
“Jangan sentuh aku!” Jiyeon menunduk. Air matanya tak bisa berhenti.
“Jiyeon-ah, mianhae.”
“Mianhae, mianhae, mianhae! HANYA ITU YANG BISA KAU KATAKAN, HAH? KAU TAK TAU BAGAIMANA SAKITNYA HATIKU SEKARANG, HAH? Nappeun namja!” Jiyeon melangkahkan kakinya pergi.

Dengan kecepatan tinggi, ia mengendarai mobilnya meninggalkan Jaebum yang sekarang terdiam membatu di tempatnya. Menatap mobil Jiyeon yang mulai menjauh. Tiba-tiba kakinya terasa lemas, tak kuat menahan berat badannya. Jaebum pun jatuh terduduk ditempatnya. Ia menangis. Memalukan memang seorang Im Jae Bum menangis seperti ini.

“Ne, Jiyeon-ah. Aku memang jahat. Aku sangat jahat. Tak pantas untukmu.” Jaebum terus menangis. Ia sangat menyesali perbuatannya. Tapi, mau bagaimana lagi? Ia sangat bingung antara memilih cinta atau cita-cita.
.
.
To be continued!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar