Minggu, 15 April 2012

Regret part 2 [Sword Couple]


Title: Regret
Author: MissAnchovy
Cast: Park Jiyeon, Im Jae Bum (JB)
Co-Cast: Find it by yourself ^^
Genre: Romance
Rate: T
WARNING: Bahasa gaje, typo bertebaran, alur kesana kemari, dapat menyebabkan kanker, gangguan kehamilan dan janin #PLAK
A/N: Buat yang baca, RCL yaa! DON’T BE SILENT READERS!
DON’T LIKE, DON’T READ! ^^
.
.
.
CHAPTER2
I'm Sorry~

“Ne, Jiyeon-ah. Aku memang jahat. Aku sangat jahat. Tak pantas untukmu.” Jaebum terus menangis. Ia sangat menyesali perbuatannya. Tapi, mau bagaimana lagi? Ia sangat bingung antara memilih cinta atau cita-cita.
*****
Jiyeon memarkir mobilnya sembarang dipekarangan rumahnya. Ia berjalan dengan gontai memasuki rumahnya. Tak ada lagi air mata yang mengalir. Air matanya telah habis. Matanya sangat sembab dan wajahnya pucat.

Kreek..

Jiyeon membuka pintu dengan lemas. Donghae segera menoleh dan kaget melihat Jiyeon. Ada apa dengan adiknya itu?

“Jiyeon-ah, kau kenapa?” Tanya Donghae panik. Jiyeon menatap oppanya itu. Perlahan air matanya jatuh lagi.

Dengan sigap Donghae memeluk adiknya itu dan mengelus rambutnya lembut. Mencoba menenangkan. Jiyeon terus terisak.

“Jiyeon-ah, kau kenapa?”

“Jaebum… Oppa… Di-dia..” Kata Jiyeon terputus-putus.

“Apa yang dia lakukan padamu?” Tanya Donghae mulai emosi.

“Di-dia.. memutuskanku, oppa..”  Cukup sudah, Donghae geram. Ia melepas pelukan Jiyeon dan mendudukkan adiknya di sofa.

“Tunggu disini!” Donghae mengambil kunci mobil dan melaju menuju rumah Jaebum.
.

.

Ting Tong! Ting Tong! Ting Tong!

Donghae terus memencet bel dengan tidak sabaran. Tiba-tiba pintu terbuka. Seorang yeoja yang Donghae tak tahu siapa menatapnya bingung. Yeoja itu juga tidak pernah melihat Donghae.

“Kau, siapa?” Tanya yeoja itu pelan.

“Mana Jaebum?” Donghae tak mengindahkan pertanyaan yeoja itu.

“Dia didalam..” Jawab yeoja itu sedikit takut karena wajah Donghae terlihat begitu menakutkan.

“Ada apa, noona?” Tanya Jaebum yang tiba-tiba muncul dibelakang yeoja yang Donghae yakini adalah kakaknya.

“Ah, Donghae hyung, ada apa?” Tanya Jaebum takut-takut. Ia tahu kalau ini pasti masalah Jiyeon.

Donghae tak menjawab. Dengan cepat ia mendorong yeoja yang ada dihadapannya agar menyingkir dan memukuli Jaebum.

BUK!

BUK!

BUK!

Donghae terus memukul wajah Jaebum hingga memar. Noona Jaebum menatapi itu dengan takut. Ia bingung harus berbuat apa.

“Geumanhae! Geumanhae!” Noona Jaebum terus berteriak histeris melihat keadaan Jaebum yang babak belur. Donghae tak menurut.

“OPPA! GEUMANHAE!” Teriak seseorang membuat Donghae berhenti memukuli Jaebum. Donghae, Jaebum, dan noona Jaebum menoleh bersamaan kearah pintu. Jiyeon sudah berdiri disana.

“Jiyeon-ah…” Lirih Jaebum.

“Oppa! Apa yang kau lakukan, hah?” Tanya Jiyeon kesal.

“Aku hanya memberinya pelajaran.” Jawab Donghae santai.

“Kau tak berhak mencampuri urusanku, oppa.”

“Tentu saja aku berhak! Aku kan oppamu!”

“Tapi tidak untuk ini, oppa!!” Jerit Jiyeon kesal. Ia menatap Jaebum yang sekarang sedang dibantu oleh noonanya untuk berdiri. Wajah tampannya itu penuh dengan memar dan darah. Donghae benar-benar murka.

“Yoona eonni, mianhae. Jeongmal mianhaeyo.” Jiyeon berkali-kali membungkuk pada Yoona, noonanya Jaebum. Donghae yang melihat itu segera menghentikannya.

“Kenapa kau meminta maaf?” Tanya Donghae tajam.

“Harusnya dia yang minta maaf!” Bentak Donghae.

“Oppa! Apa salah jika Jaebum oppa memutuskanku? Apa salah jika ia tak mencintaiku lagi? Disini, kaulah yang salah. Kau tak seharusnya memukulnya hingga babak belur begini.” Jawab Jiyeon. Jaebum tertegun mendengarnya. Padahal ia sudah menyakiti yeoja itu, tapi ia tetap saja membelanya.

‘Aku benar-benar jahat’ Batin Jaebum.

“Yoona eonni, sekali lagi aku minta maaf.” Jiyeon kembali membungkuk.

“Gwaenchanayo, Jiyeon-ah. Sekarang kau pulanglah. Bawa oppamu itu.” Yoona tersenyum lembut pada Jiyeon dan menatap sinis Donghae.

“Ne, gomawoyo.” Balas Jiyeon.

Sebelum pergi meninggalkan rumah itu, Jiyeon menatap Jaebum dengan tatapan sendu. Ia berusaha menunjukkan senyumnya yang terkesan dipaksakan itu untuk menunjukkan pada mantannya itu kalau dia baik-baik saja.

“Mianhae, Jaebum ‘sunbae’.” Kata Jiyeon pada Jaebum dengan memberi penekanan pada kata ‘sunbae’. Jaebum, Donghae, dan Yoona terkejut mendengarnya memanggil Jaebum dengan embel-embel seperti itu.
Jiyeon pun menarik paksa oppanya yang masih diselimuti emosi itu agar segera meninggalkan rumah itu. Sedangkan Jaebum terus memandangi punggung Jiyeon yang berjalan menjauhi dirinya. Tak sepantasnya gadis itu meminta maaf padanya dan Yoona. Karena disini, dia memang salah. Menyuruhnya datang jauh- jauh hanya untuk memutuskan hubungan mereka. Jaebum merasa kalau sekarang, dialah namja paling jahat di dunia. Bahkan mengalahkan kejahatan pembunuh sekalipun.                                                                                                                  
‘Mianhae, Jiyeon-ah.’ Batin Jaebum menyesal. Ya, dia hanya berani mengatakannya dalam hati. Dia memang pengecut. Tak pantas untuk Jiyeon.

“Ya! Jaebum-ah!” Yoona menepuk bahu Jaebum membuat namdongsaengnya itu sadar dari lamunannya.

“Eh? Ada apa, noona?” Tanya Jaebum dengan wajah innocentnya.

“Wae geure? Ada apa antara kau dan Jiyeon? Kenapa oppanya sangat marah bahkan memukulmu sampai babak belur? Apa kalian bertengkar hebat?” Tanya Yoona bertubi-tubi. Jaebum memutar bola matanya.                                                                          

“Noona, kenapa kau tidak membantuku duduk dulu sebelum bertanya sebanyak itu?” Sindir Jaebum. Yoona pun sadar kalau mereka masih berdiri ditempat sedari tadi.

“Hehehe… Mianhae.” Yoona pun memapah Jaebum menuju sofa yang ada diruang tamu. Menunggu namdongsaengnya itu menenangkan diri.

“Jadi, aku sudah boleh bertanya?” Tanya Yoona meminta izin. Jaebum hanya mengangguk sambil menyentuh ujung bibirnya yang mengeluarkan darah segar akibat pukulan keras dari Donghae tadi.

“Oke. Pertama, ada apa antara kau dan Jiyeon? Kalian bertengkar?”

Jaebum terdiam mendengar pertanyaan noonanya itu. Kejadian di taman Namsan Tower itu kembali diputar  bak drama dalam otaknya. Saat mereka berjalan bersama dan Jiyeon terus tersenyum menatapnya. Saat ia mulai mengeluarkan kata putus. Saat Jiyeon menangis. Saat yeoja itu berteriak membentaknya dengan air mata yang terus mengalir deras. Dan saat yeoja itu meninggalkannya sendirian di taman yang  sangat sepi. Hm, bukan hanya sepi. Tapi memang  hanya ada mereka berdua saat itu.

“Jaebum-ah, kau melamun lagi.” Tegur Yoona. Jaebum hanya terkekeh. Ia menghela nafas sebelum menjawab  pertanyaan dari noonanya itu.

“Bukan hanya bertengkar. Lebih parah dari itu.” Jawab Jaebum dengan tatapan menerawang. Tatapan itu kosong. Yoona mengerutkan keningnya tak mengerti. Terus memutar otaknya untuk mencerna perkataan namdongsaengnya itu. Sampai akhirnya,

“MWO?! KAU? JIYEON? PUTUS?” Teriak Yoona histeris dengan mata melototnya itu. Ia sontak berdiri dari duduknya.

“Ne.” Jawab Jaebum dengan sangat tak bersemangat. Yoona menghela nafas lalu kembali duduk. Ia menepuk bahu Jaebum pelan.

“Siapa yang memutuskan duluan? Kau atau Jiyeon?” Tanya Yoona selembut mungkin.

“Aku.” Jawab Jaebum membuat Yoona kembali  kaget. Tapi ia berusaha untuk tidak berteriak-teriak lagi.

“Wae?” Tanya Yoona lirih. Prihatin akan keadaan Jiyeon sekarang.

Dia memang sangat tahu bagaimana besar cinta Jiyeon pada adik satu-satunya itu. Jiyeon sering curhat pada Yoona saat ia berkunjung ke rumah mereka. Jiyeon juga sudah menganggap Yoona kakak, begitupula sebaliknya. Jadi tentu saja Yoona tahu bagaimana hancurnya hati Jiyeon sekarang.

“JYP Entertainment, mereka melarangku berpacaran. Katanya mereka ingin melindungiku dari rumor-rumor tentang diriku. Mereka takut kalau karirku yang sedang naik daun ini hancur hanya karena rumor-rumor yang beredar.” Jawab Jaebum. Yoona kembali menghela nafas.

“Kau masih belum dewasa. Kau belum bisa menemukan jalan keluar yang lebih baik. Kau sangat mencintai Jiyeon kan?” Jaebum mengangguk.

“Jika kau mencintainya, kau pasti tidak akan menyakitinya. Kau akan mencari jalan keluar yang terbaik. Kau tak seharusnya memutuskannya. Kalian bisa backstreet, bukan?”

Jaebum lagi-lagi terdiam. Ide gila itu memang sempat masuk ke otaknya. Tapi, ia terlalu takut kalau JYP dan paparazzi akan dengan mudah mengetahuinya. Makanya ia tak mau menggunakan jalan keluar itu.

“Aku pernah berpikiran sama sepertimu, noona. Tapi aku takut paparazzi menangkap kami berdua dan JYP akan tahu hal itu.”

“Hey, tidakkah kau tahu, sudah begitu banyak selebriti di Korea Selatan ini yang berpacaran tapi karir mereka sama sekali tidak hancur? Jika para fans-mu itu mencintaimu, mereka pasti akan mendukungmu dalam segala hal, termasuk percintaan.” Yoona kembali menceramahi adiknya itu.

“Aku masih rookie, noona. Karirku belum setinggi selebriti Korea Selatan yang kau maksud itu.” Yoona mendengus kesal mendengar jawaban Jaebum yang selalu membantahnya.

“Terserah kau saja. Aku hanya memberitahumu. Dan satu hal lagi, Jiyeon itu sangat mencintaimu. Lebih dari yang  kau tahu selama ini. Aku yakin, dia sangat hancur. Lebih dari hancurnya dirimu saat ini. Sebenarnya aku sangat kecewa mempunyai namdongsaeng pengecut sepertimu yang tega menyakiti yeoja yang sangat ia cintai, yeoja yang begitu sulit ia dapatkan. Tapi mau bagaimana lagi, semua sudah terlanjur. Dia terlanjur sakit. Oppanya terlanjur marah. Dan kau, terlanjur menyesal. Semua ada  pada dirimu. Bertindaklah sesuai hatimu. Hati dan otakmu harus sejalan.” Yoona menyudahi ceramah panjangnya dan berjalan masuk ke kamarnya.

Jaebum termenung mendengarkan kata-kata noonanya itu. Semuanya benar. Tebakkan noonanya tak ada yang meleset. Jaebum semakin merasa menyesal dan terpuruk mendengar bahwa noonanya kecewa padanya. Tentu saja ia kecewa. Dia bisa merasakan bagaimana sakitnya Jiyeon. Mereka kan sama-sama wanita. Jaebum mengacak-acak rambutnya frustasi lalu melangkah cepat menuju kamarnya. Melupakan rasa sakit disekujur tubuhnya akibat pukulan Donghae.

*****

Seorang namja berdiri mematung didepan pintu kamar berwarna biru itu. Ia menarik nafas sebelum mengetuk pintu biru tersebut.

Tok.. Tok.. Tok..

Tak ada jawaban. Namja itu pun mengetuk pintu sekali lagi.

Tok.. Tok.. Tok..

Tetap tak ada jawaban.
“Jiyeon-ah..” Namja itu pun memanggil nama pemilik kamar itu.

“Apa oppa boleh masuk?” Namja yang  tak lain adalah Donghae itu bertanya sehalus mungkin. Tetap tak ada jawaban. Ia pun memberanikan diri memutar knop pintu. Dan ya, tak terkunci.

Donghae menatap Jiyeon yang sedang duduk dibingkai jendela kamarnya sambil menatap langit yang sangat gelap itu, tanpa bulan, tanpa bintang. Donghae bisa melihat headset menggantung ditelinganya. Pantas saja ia mengacuhkan panggilan Donghae tadi. Donghae pun berjalan menuju yeodongsaengnya.

“Jiyeon-ah..” Panggil Donghae sambil menepuk bahu Jiyeon.

“Eh?” Jiyeon sedikit terkejut melihat Donghae sudah berdiri disebelahnya. Dengan cepat ia menarik headset yang  ada ditelinganya.

“Ada apa, oppa?” Tanya Jiyeon tak bersemangat. Dia sedang malas meladeni namja  satu ini.

“Emm.. aku ingin minta maaf atas kejadian tadi. Mianhae.” Jiyeon melengos kesal mendengarnya.

“Kenapa minta maaf padaku? Yang oppa pukuli kan Jaebum sunbae.” Balas Jiyeon malas-malasan. Donghae terdiam. Perlahan ia mendekati yeodongsaengnya lalu duduk di samping Jiyeon. Bingkai jendela di kamar Jiyeon memang cukup besar.

“Ada apa antara kau dan Jaebum? Kenapa kalian tiba-tiba putus? Baru kemarin kalian dinner bersama.” Tanya Donghae penasaran. Jiyeon menerawang dan menghela nafas pendek.

“Kata Hyomin, JYP tidak mendukung kalau Jaebum berhubungan dengan seorang yeoja. Mereka tak mau Jaebum terjerat rumor yang nantinya mengancam popularitasnya. Mereka ingin Jaebum lebih fokus ke karirnya.” Jelas Jiyeon. Donghae mengangguk-angguk paham.

“Hm, sepertinya berat juga menjadi Jaebum. Harus memilih antara cinta dan cita-cita.” Komentar Donghae. Jiyeon hanya diam.

“Oppa, keluarlah. Aku ingin istirahat.” Kata Jiyeon mengusir halus oppanya itu.

“Baiklah. Jaljayo..” Donghae mengelus rambut Jiyeon lalu keluar dari kamar.

*****

JAEBUM POV

Hari ini aku memutuskan untuk pergi sekolah dengan berjalan kaki. Yah, nekat memang. Mengingat aku sekarang seorang selebriti. Tapi aku sedang malas memikirkan hal itu. Pikiranku sedang kacau memikirkan kejadian tadi malam. Sebenarnya aku malas sekolah karena takut bertemu dengan Jiyeon, mantan kekasihku itu.

“Ya! Im Jaebum!” Panggil seseorang. Aku menoleh. Seorang yeoja yang begitu kukenal berlari ke arahku.

“Sora? Ada apa?” Tanyaku bingung. Tumben sekali yeoja ini memanggilku. Kami memang sekelas, tapi Sora sangat pendiam dan malas berinteraksi dengan namja.

“Mm, mungkin aku nekat bertanya hal ini padamu. Tapi, kudengar kau dan Jiyeon putus. Apa itu benar?” Tanya Sora pelan-pelan.

Hey! Kenapa hal ini begitu cepat tersebar? Perasaan kejadiannya baru saja terjadi tadi malam tapi pagi ini sudah ada yang menyebar berita itu. Aissh, menyebalkan!

“Ya! Kenapa kau diam saja?” Tegur Sora gemas karena aku tak bergeming sama sekali. Aku menoleh padanya lalu kembali fokus ke jalan.

“Siapa yang menyebar berita itu?” Tanyaku malas-malasan.

“Ngg… sebenarnya, aku melihat kalian tadi malam di taman Namsan Tower. Tapi aku benar-benar tidak sengaja mendengarnya! Aku kaget mendengar seorang yeoja berteriak-teriak, makanya aku mendekat dan melihat kau dan Jiyeon disana.” Jelas Sora.

“Hmm.. aku harap kau tak menyebarkan berita itu ke seantero sekolah.” Ucapku lalu berjalan lebih cepat dan meninggalkannya.
.

.

Aku duduk dengan gelisah di kelasku. Sekarang kelas sedang kosong. Kang Sonsaengnim sedang izin keluar kota untuk mengunjungi ibunya yang sedang sakit.

Kreek…

Tiba-tiba pintu kelas terbuka. Aku spontan menoleh untuk melihat siapa itu. Seorang yeoja dengan rambut dikepang masuk ke kelas. Ia menatapku takut. Dia Kang Sora, yeoja yang memergoki aku memutuskan Jiyeon tadi malam. Aku hanya menatapnya datar lalu kembali melihat keluar jendela.

Mataku terus meneliti para siswi yang sedang olahraga dibawah sana untuk mencari yeoja itu. Jiyeon. Tapi aku tak melihat sosoknya dilapangan luas itu. Padahal teman-temannya sedang bermain volly, tumben dia tidak ikut bermain.

“Jaebum-ah..” Kudengar seseorang memanggilku. Aku tahu dia siapa, makanya aku mencoba untuk mengabaikannya.

“Jaebum-ah, dengarkan aku dulu.” Yeoja itu memaksa. Aku pun menatapnya dengan malas-malasan.

“Kalau aku boleh tahu, kenapa kalian bisa putus?” Tanya yeoja yang tak lain adalah Sora itu dengan berbisik. Aku mendengus kesal mendengar pertanyaan itu. Bisakah dia tak ikut campur?

“Kenapa kau ingin tahu masalah ini? Mau menyebarkannya di internet?”

“Aniyo. Aku hanya ingin tahu.”

“Itu bukan urusanmu!” Jawabku ketus lalu kembali menatap keluar jendela. Mencari Jiyeon.

“Jiyeon tidak sekolah. Katanya, dia sakit.” Ucap Sora tiba-tiba membuat aku kembali menoleh padanya.

“Darimana kau tahu?”

“Aku tadi ke kelasnya dan bertanya pada salah seorang teman sekelasnya. Katanya dia tidak masuk sekolah.” Jelas Sora.

“Untuk apa kau ke kelasnya?” Tanyaku penuh selidik.

“Aku mencarinya dan ingin melihat keadaannya. Aku sedikit khawatir padanya.”  Jawabnya. Tatapannya
kosong. Sepertinya dia benar-benar khawatir pada Jiyeon.

“Kau…ada hubungan apa dengan Jiyeon?”

“Aku, kakak sepupunya.” Jawab Sora dan berlalu.
.

.
To be continued! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar